Rabu, 06 Oktober 2010

BAYANG(an)

Bayangan ku dan bayangan mu tertinggal di trotoar abu-abu.
Seperti hidup dan apa yang sudah terlewati dan belum pernah pasti.
Memang, sepasang bayangan itu masih berdampingan dan bergandeng tangan.
Tak pernah mau perduli dimana tubuh-tubuh yang telah memantullkannya.
Timur, barat, utara, selatan.. entahlah…
Tubuh-tubuh yang terus mencari apa saja dengan buas sampai puas.
Terserah saja, bayangan masih tetap bersama dan terus menjadi nomor dua.

Selasa, 07 September 2010

Mata pantai (tak) berpenghuni

Aku menemukanmu di sebuah ruang. Ruang yang di dalamnya terdapat berderet-deret kursi. Kau terduduk pada sebuah kursi dalam ruangan itu.

Sekilas biasa saja. Tapi, ketika mata kita beradu aku baru tersadar kalau ada sebuah pantai di mata mu. Lengkap dengan pasir putih yang bersih, deburan ombak, senja merah yang indah dikala sore, sinar bulan dan taburan bintang yang mendamaikan malam, serta semangat dari pagi yang cerah.

Tak sampai satu minggu aku telah bisa bermain-main dalam pantai mu. Berlari di atas pasirnya, dihangatkan air laut, di iringi irama debur ombak, dimanja oleh senja sore, berbagi kedamaian oleh sinar bulan dan taburan bintang, dan merasakan energi baru di cerahnya pagi.

Bertahun-tahun aku bermain di pantai mu. Selama itu juga aku belum pernah merasa bosan. Aku selalu ingat jalan ke arah pantai mu. Walau kadang panas matahari tak sengaja membakar arahnya. Walaupun deras hujan sudah menyapu jalanan. Tetap saja itu suatu hal mudah bagiku. Hanya berbekal percaya pada bintang selatan yang masih terlihat dari timur jauh. Aku selalu yakin dan selalu bisa sampai ke pantai mu.

Bertahun-tahun aku selalu berkunjung ke pantai mu. Tanpa pernah merasa harus mencari tau apakah pantai mu sudah berpenghuni. Terkadang memang terpikirkan untuk mencari tau. Tapi kesenangan ini terlalu cukup untuk ku, dan membuat pikiran itu tidak pernah bertahan lama.

Sampai pada suatu musim penghujan. Pada suatu sore kelabu. Aku dan kamu terduduk di sebuah kursi sambil saling berpandangan.

Dan kau pun bertanya…

“ Kenapa kau selalu berkunjung ke pantai ku?! ”

Aku cuma terdiam dan berhenti memandanginya. Ia pun lelah menunggu dan melempar pandangan ke arah lain.

Dalam lamunan yang mencari jawaban aku justru menemukan sebuah pertanyaan.
Pertanyaan yang waktu itu sempat terlintas di pikiranku.

Aku pun kembali memandang wajahnya dan bertanya…

“ Apakah pantai ini sudah berpenghuni?? ”

Ia memandangku dengan tatapan aneh. Kemudian ia kembali melempar pandangannya ke arah lain.

Sambil menitikkan air mata ia berkata….

“ Iya, sudah ada! “

Jawaban itu sontak membuatku kaget. Rasanya seperti diberi suntik mati. Kepala ku berat, pandangan kabur, dada sesak, benar-benar tidak berdaya.

Aku merasakan kecewa yang luar biasa. Kenapa ia tidak pernah memberitahuku kalau pantai nya sudah berpenghuni. Aku pun tak berhenti menyalahkan diri sendiri yang baru menanyakan hal ini ketika setengah hidup ku sudah terisi oleh pantai nya.

Aku Cuma bisa terdiam sambil memandanginya.

Tapi dia mengumpulkan kembali energinya yang terserap tangis dan mengeluarkan lagi kata-kata yang seperti cairan racun…

“ Pantai ini hanya cukup untuk dua orang…. “

“ Kalau kau ada disini, berarti ada tiga orang…. “

“ Dan itu tidak mungkin!! “

Tapi aku tak mau menyerah dan kembali bertanya…..

“ Apa… Aku… bisa menggantikan penghuni yang sudah ada?? “

Ia hanya terdiam. Lalu berdiri dan pergi. Tak lama kemudian ia menutup dan mengunci pintu pantai nya rapat-rapat.
Berminggu-minggu aku berjalan mundur. Menghapus jejak arah ke pantai nya yang belum pernah selesai.





09072010
01:00

Sabtu, 04 September 2010

(di) mana? dan (ke) mana?

Hey, anak muda.



Jangan tinggal idealis mu di rumah.

Nanti ayah dan ibu tersandung.

Lalu khawatir dan marah.



Jangan tinggal idealis mu di rumah.

Nanti kakak bisa ikut kena marah.

Karena dianggap tidak becus menunjukkan arah.



Jangan tinggal idealis mu di rumah.

Nanti adik juga bisa kena marah.

Karena mencoba salah arah.



Lebih baik buang saja di tempat sampah.

Yang juga bukan di rumah.

Di sana.

Di tempat pembuangan mimpi-mimpi tak berarah.



Atau,

Kau dan idealis pergi saja dari rumah.

Tak perduli seberapa beratnya.

Seret saja.

Sampai lelah, merah, berdarah.

Sampai bisa menentukan arah.







03092010

00:30

Rabu, 25 Agustus 2010

CUMA CERITA

Cuma sepenggal cerita di suatu malam. cerita tentang hidup yang memang berisi cerita.

malam itu terlihat begitu biasa seperti malam – malam lain yang sudah terlewat. sampai akhirnya deringan ponsel membawa saya ke sebuah tempat. begitu ramai dan riuh tempat yang saya kunjungi. obrolan pun mengalir dan bersaing dengan ramainya suasana.

seperti muda – mudi pada umumnya, obrolan seakan tak berpengaruh untuk tetap mengamati sekitar. karena memang pasti banyak tujuan dan harapan lain bagi orang-orang yang ikut hadir di keramaian. salah satunya yang pasti ada adalah ajang mendulang asmara di keramaian.

setiap mata seakan tak perduli tetapi mengawasi, dan setiap tubuh seakan tak terima padahal dalam dirinya bertanya apa memang dia yang sedang diperhatikan. Saya tidak memungkirinya, sayapun salah satu dari banyak pasang mata yang ikut memperhatikan sekitar.

Banyak sekali lekuk tubuh indah dan wajah berbinar di tempat itu. Tetapi tatapan saya tak bisa beranjak dari satu titik. Satu sudut yang begitu hening, disana terduduk seorang wanita yang begitu sederhana.

Mata saya seakan tak bisa melirik ke arah lain, leher seperti kaku terpasung. Kenapa harus dia, padahal masih banyak wanita lain yang bisa membuat para lelaki menelan ludah saat melihatnya. Saya pun menatap lekat ke arahnya. Dia begitu hening di keramaian, rambutnya lurus dan dibiarkan terurai seadanya. Nyala matanya redup, tetapi tak mengganggu dan begitu indah dilihat. Ia duduk berpangku tangan sambil menggoyangkan kakinya kedepan dan kebelakang, seakan-akan Cuma itu saja yang ingin ia lakukan malam ini karena mungkin semangatnya telah habis di malam yang lain.
Ia terlihat seperti sedang tertimbun oleh kesedihan, begitu dramatis geraknya. Setiap tingkah lakunya seakan memberhentikan waktu dan meredam keramaian. Saya seperti sedang menonton gerakan lambat siaran sepakbola di televisi. Begitu detail, begitu mendebarkan, dan sangat-sangat menyita perhatian.

Tentu saja, dan apalagi kalu bukan berkenalan hal yang saya inginkan dan mestinya memang itu yang pasti saja terjadi bila ini adalah adegan di sebuah film drama. Lalu obrolan basa-basi seadanya, lalu seorang teman menghampiri memotong obrolan itu, dan akhirnya saling bertukar nomor ponsel. Tapi sayangnya saya bukan pemeran utama salah satu film drama. Yang tampan dan percaya diri, yang memang pasti akan berkenalan dengan perempuan itu. Rasa malu atau memang pecundang agak susah dibedakan saat itu.Belum lagi rasa malas untuk memulai suatu hubungan baru, padahal belum tentu juga perempuan itu mau. Karena terlalu lama membolak-balikkan pikiran itu akhirnya perempuan itu pun mlesat hilang. Tak tahu kemana perginya. lewat mana, tapi kalaupun tahu apa iya saya berani untuk mengejarnya lalu berkenalan. Ah.. sudahlah…

Malam pun berganti pagi dan entah kapan lelaki malu ini berani untuk melakukan hal yang beda di malam yang sama. Agar malam – malam berikutnya jadi berbeda.




23082010
00:15

Selasa, 01 Juni 2010

eskrim dan harapan

Siang itu, percepatan begitu mendukung roda motor saya untuk berkejaran dengan waktu.

Entah kenapa, Ramai sesaknya kota ini seperti tak berpengaruh pada laju motor saya.

Segala hal terasa begitu mendukung di siang itu.

Bahkan toko yang biasanya cukup ramai pun, sepi disiang itu .

Sang penjaga toko pun begitu sigap melayani dan memudahkan saya untuk keluar dari sana membawa beberapa buah eskrim.

Laju roda pun berlanjut kembali menuju sebuah tempat.

Tempat yang saya harapkan juga memberi dukungannya dan memudahkan saya untuk mencapai harapan itu.

Tapi ternyata tidak semudah hal – hal yang sebelumnya.

Kebingungan dan kegelisahan pun tiba- tiba menghampiri tanpa permisi.

Pandangan pun tak pernah berhenti menuju ke sebuah layar ponsel.

Berharap ada getaran atau bunyi dari ponsel tersebut yang bisa sedikit mengusir kebingungan dan kegelisahan yang terlanjur datang tanpa di undang.

akhirnya sebuah nomor ponsel pun saya hubungi, berharap dengan begitu bisa merubah keadaan.

Tetapi tetap belum ada jawaban.

kemelut dalam diri makin berkecamuk antara pikiran positif dan kegelisahan.

tapi saya terus membela si pikiran positif tanpa henti.

maafkan saya, bila kemelut yang terjadi pada diri saya agak mengganggu .

tapi eskrim ini benar – benar tak bisa menunggu.

Ia akan segera meleleh karena takut oleh panas matahari dan menjadi tidak bisa dinikmati.

begitu juga harapan yang saya titipkan pada eskrim tersebut.

Tapi tenang saja, pikiran positif selalu saling mendukung dengan diri saya.

Untuk terus berusaha, walau apapun hasil akhirnya.

Senin, 26 April 2010

mati, tua dan bahagia

Bukan alasan menjadikan keadaan sebagai penyebab ketidakhadiran kebahagiaan.

Setiap hela nafas yang dihirup kemudian dihembuskan sudah ada sebelum segala pikiran tentang keraguan yang sebenarnya tak perlu begitu dipikirkan apa jawabannya, karena hela nafas itu sudah menjawabnya dengan memberikan kekuatan kepada setiap bagian tubuh untuk terus menjalani kehidupan.

Seberat apapun bebannya, sepelik apapun permasalahannya, sesulit apapun kelihatannya.

Karena secara tidak disadari hela nafas itu tetap ada dikala menjalani kesulitan-kesulitan itu, jika terjerumus ke dalam lubang tanpa ujung pun, selagi hela nafas itu masih ada tak begitu sulit untuk mencari jalan untuk keluar dari sana.

Jadi apa yang mesti diragukan, apa yang menjadi ketakutan.

Tak jadi persoalan menjadi naïf dikala berpikiran lebih baik memiliki kebahagiaan dari pada bergelimang kekayaan lalu ditinggalkan.

Memang naluri manusia yang begitu peka akan keserakahan menginginkan semuanya.

Tapi, hidup itu adalah persoalan pilihan.

Tak bisa menjadi begitu sempurna selain SANG pencipta manusia.

Jadi bila saja bisa menyadari dan meyakinkan, hanya satu tujuan.

Ketika hela nafas itu pergi dan itu pasti.

Sebelumnya lebih terasa indah bila sempat menjadi tua dan bahagia.

Kamis, 15 April 2010

Maju, diam, mundur

Hidup sepertinya terasa maju ke depan

Padahal diam di tempat pun belum tentu

Lebih cenderung mundur ke belakang

Tetapi tak apa

Karena kadang perlu mundur selangkah

Mengatur jarak dan tenaga untuk dapat melompat sepuluh langkah ke depan.

Rabu, 06 Januari 2010

lanturan "pengangguran"

Berderai sepanjang hari

Tak ada lelah menghampiri

Lalu bercampur dengan elegi sebatang rokok dan secangkir kopi

Sembunyi di bawah jalur

Mengintip dari sela-sela kecil dengan pandangan kabur

Sayang, hasilnya cuma lamunan ngawur

Isi otak tak mau kompromi

Terus bersebrangan dengan isi hati

Memperdebatkan isi kantong yang tak terberi

Ah… biar saja….

Hidup dan dunia pun tak banyak bicara

Karena sudah tidak lagi berkaca

Susuri saja terus jalan ini sampai otak tak lagi mampu menyusun kata

251109

23.35

dimulai dan belum berakhir

Untuk hal ini, memang agak bingung dari mana memulainya………..

Begitu panjang rentetan peristiwa

Tapi tak pernah begitu sulit untuk mengingatnya

Hanya saja begitu banyak dan menumpuk

Belum bisa tersusun dengan rapi

Tapi di tumpukan yang berantakan itu yang membuat nya lebih menarik

Karena selalu ada saja yg terselip dan terlewat

Yang membuat keinginan yg begitu menjulang untuk mencari

Tak ada yang begitu istimewa layaknya sebuah roman atau mimpi yang disuguhkan dalam film

Begitu sederhana

Hanya….

Obrolan yang termakan angin di tengah ramainya suasana warung pinggir jalan

Berkendara mencari jalan menuju terwujudnya harapan

Memotong senja ibukota yang memang jarang terlihat begitu nyata

Perdebatan tong pasir

Dan…

Menunggu saja sambil mencari hal lain yg masih terlewat…

Semoga dapat ditemukan bersamaan dengan datangnya satu hal nyata

Untuk "Sumber Kehidupan"

Maaf….

Bila setiap harinya semenjak waktu dulu

Cuma kesusahan saja yang baru bisa hadir di hadapanmu


Maaf….

Bila setiap raungan tangis ini

Selalu saja mengganggu istirahat sejenakmu dari segala perjuangan itu


Maaf…

Bila rambut yang terurai begitu semraut ini

Selalu saja membuatmu harus lebih keras berpikir untuk menjawab segala pertanyaan


Maaf…

Bila sampai sekarang

Belum bisa kubawa kebanggaan itu datang ke rumah


Maaf….

Ini mungkin….

Tak akan pernah cukup….

Karena ….

Kau lah…

Sang sumber hidup….