Jumat, 10 Agustus 2012

Kunang-kunang di kota kuning


Pada bahu seorang teman aku memulai perjalanan
pada waktu-waktu malam hampir pagi yang rawan

"Tenang saja, ini hanya sebuah perjalanan bukan pelarian. Begitu katanya"

Kita memang menunggangi kuda besi yang berlomba dengan waktu
Kita memang menghindar dari hentak kaki-kaki terburu

Bukan karena kita tidak mampu, bukan soal menyerah pada deru metropolis.
Ini cuma perihal kita yang terlalu sadar, terlalu ambil perduli.
Pada kesadaran juga akal sehat.

Dan perjalanan ini cuma soal memperkukuh keyakinan.

Kalau senyuman tidak hanya garis yang ditukar dengan kedudukan.
Kalau setiap subuh yang dingin tidak cuma menandakan keharusan kerja yang dibayangi ketakutan akan kelaparan.
Kalau terik siang yang garang tidak cuma waktu yang disiksa untuk menjadi riang, dengan tadah mulut yang dicekoki rupiah berwujud restoran siap saji.
Kalau setiap sore tak melulu soal debu jalanan, dicaci karena akrab dengan asap knalpot yang mengantar harapan etalase jendela wisata belanja. Dinanti kerling mata anak istri pelahap nabi di televisi.

Itulah keyakinan yang akan kita telusuri di putaran waktu perjalanan ini.

Perihal menikmati,
dan kita akan menyala
seperti kunang-kunang di kota kuning yang tenang.

Jumat, 11 Mei 2012

Kebebasan dan Kemerdekaan yang (akrab dengan) Sunyi

Aku membiarkanmu lepas

Mengenal lagi lebih banyak nama

Mengecap lagi lebih banyak peristiwa

Menemukan lagi hal-hal sederhana lain yang benar-benar bisa membuatmu bahagia


serupa ahasveros kata chairil, namun disini kau tidak akan dikutuki eros
sebab aku tak akan membagi nasib yang terlanjur buruk




Anggaplah ini serupa kebebasan (yang kadang menyakitkan)

Juga kemerdekaan (yang dekat dengan kesunyian)

Sebab ini bukan sebuah kehilangan,
hanya saja kita yang mesti kembali menjalani peran dalam kesunyian nasib manusia.

2 pagi

Pada pukul 2 pagi...
Ibunda memanjat doa di pohon mimpi

Pada pukul 2 pagi...
Ayah gelisah susah tidur hitung deret materi

Pada pukul 2 pagi...
Anak menyalakan mata menantang televisi

Pada pukul 2 pagi...
Rantai peristiwa dimulai hampir menuju sia-sia.


Dimana doa tak lagi bisa mengeja hidup yang takut kekurangan materi,
sebab TUHAN terlanjur menjelma televisi.

Rabu, 18 Januari 2012

Rengekan Anak Urban

Ayah...
Ajaklah aku jalan-jalan ke taman di akhir pekan.
Pada hari liburmu yang harusnya untuk merebahkan tubuh.
Setelah terlalu lelah lima hari digerogoti industri.


Ayah...
Ke taman yang aku mau, bukan gedung bioskop.
Disana taman nya memang terlihat jelas dan besar, tapi cuma di layar, cuma rekaan, palsu!


Ayah...
Aku ingin menikmati udara sejuk dibawah rimbun pepohonan.
Aku tahu, di pusat perbelanjaan itu memang ada mesin pendingin.
Sejuknya bisa melebihi keinginan, tapi tetap palsu.
Aku merasa aneh disana, terus ditatap ribuan watt nyala lampu neon.
Aku takut ibu lupa diri, belanja tak mau berhenti, berhutang lagi.
Bulan depan uang SPP ku terlambat lagi.
Ibu guru cemberut lagi.


Ayah...
Kalau sudah begini aku tak mau minta jalan-jalan lagi.
Aku mau sekolah saja yang tinggi.
Mudah-mudahan ibu tak sering lupa diri.
Mudah-mudahan ayah tak kena PHK.
Mudah-mudahan Pak Presiden bisa sehat pikirannya.

Rabu, 30 November 2011

Aku (ingin) seperti air, yang menguap untuk kemudian kau hirup dalam nafasmu.
Kau tahu kopi?

Ya, ia pahit.

Seperti semua kenangan buruk di kepala dan di dada.

Tapi ingat, pahit nya kopi masih bisa dinikmati.
Aku hanyalah teks.

Diam...

Bila kau tak membacanya.